nusakini.com-Semarang- Kongres Perempuan Jawa Tengah Pertama yang dibuka Senin (25/11), dinantikan benar oleh para perempuan penyandang disabilitas. Mereka mengharap event tersebut menghasilkan rekomendasi yang membuka akses bagi penyandang disabilitas tak hanya di Jawa Tengah, tapi juga seluruh Indonesia. 

Sahabat Mata dari Semarang, Irmalia Nurjanah menyatakan kesiapannya untuk menyampaikan aspirasi dari penyandang disabilitas pada Kongres Perempuan Jateng Pertama. Harapannya, agar akses para difabel, khususnya perempuan, menjadi perhatian pemerintah dan pihak terkait lainnya.

“Kalau secara pribadi, dari kongres ini saya berharap difabel lebih diperhatikan, apalagi perempuan. Kami bisa lebih menunjukkan, bukan hanya perempuan nondifabel yang bisa eksis, tapi perempuan difabel juga bisa eksis. Kami berharap pemerintah dan semua pihak akan memperhatikan perempuan disabilitas,” ujarnya, di sela pelaksanaan Kongres Perempuan Jawa Tengah Pertama, di Hotel UTC, Senin (25/11). 

Diakui, selama ini pihaknya memang sering dilibatkan dalam perencanaan pembangunan. Menurut Irma, tanggapan pimpinan sudah terhitung baik. Namun, dalam pelaksanaannya masih harus terus didorong. 

Dia menunjuk contoh aksesibilitas bagi penyandang tuna netra, seperti yang dialami. Seharusnya, guiding block atau jalur berjalan bagi tuna netra, tidak boleh menabrak tiang, pot, dan lainnya. Tapi, realisasinya masih ada guiding block yang kurang sesuai sehingga menyusahkan kaumnya. 

Penyelenggaraan Kongres Perempuan mengundang apresiasi dari anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah Maria Tri Mangesti. Dia berharap penyelenggaraan kongres itu tidak hanya pertama, tapi menjadi awal untuk pergerakan perempuan. Dengan begitu, perempuan dari semua lini dapat mengambil makna dari kongres tersebut. Tunjukkan jika perempuan bisa berprestasi, memiliki kemampuan yang tak kalah dengan kaum pria. 

Menurut Maria, pergerakan perempuan di Jawa Tengah terhitung apik. Melalui PKK, para perempuan mendapat pengetahuan, ketrampilan, sehingga bisa memberdayakan potensi yang dimiliki. Namun, untuk keterwakilan perempuan di legislatif, memang mesti ditingkatkan lagi. 

“Perlu ada dorongan perempuan. Undang-undang sudah ada, kalau perempuan tidak bersepakat, mengambil kesempatan ini, sayang. Sebagai anggota dewan, saya akan terus mendorong,” tegasnya. 

Sementara itu, Harriet Ellwein dari LeGePe Semarang, selaku observer dan anggota steering committee, menyatakan senang dengan penyelenggaraan Kongres Perempuan Jateng Pertama ini. Sebab, peran perempuan di masyarakat, kedinasan, bahkan pengusaha, dinilai belum terlalu kuat. 

“Saya berharap hari ini kita tidak hanya berbicara dengan peran perempuan sebagai korban. Saya ingin kita bicara peran perempuan sebagai subjek untuk pengembangan masyarakat Jateng dan Indonesia,” ujar perempuan asal Jerman ini. (p/ab)